REFLEKSI

REFLEKSI 10

PERISTIWA (FACT)

Pada Modul 3.3 ini saya berkolaborasi dengan CGP lainnya belajar tentang pengelolaan program yang berdampak pada murid.

 

PERASAAN (FEELING)

Saya merasa senang karena bisa melakukan pengelolaan program yang berdampak pada murid yaitu keterlibatan murid melalui Voice, Choice dan Ownership. Biasanya saya anggap apa yang saya lakukan demi murid ternyata sering kali tidak sesuai dengan harapan karena tidak ada keterlibatan murid di dalamnya.

 

PEMBELAJARAN (FINDING)

Pembelajaran yang diperoleh pada Modul 3.3 ini adalah sebagai berikut : 

·   Pada Ruang Kolaborasi ini saya bersama CGP lainnya membuat sebuah program atau kegiatan Pojok Jejakku. Tujuan kegiatan ini adalah mengembangkan kreatifitas dan menciptakan interaksi positif antar murid. (Video terlampir)

·   Pada Demonstrasi Konstektual ini saya lebih memantabkan diri dalam membuat program yaitu SEKAR ABRIT yang merupakan singkatan dari Sentra Karya Anak Berkebutuhan Khusus Mandiri dan Terampil. (Video terlampir)

·   Pada Koneksi Antar Materi ini saya dapat belajar bahwa ada keterkaitan antara materi satu dengan lainnya, saling menguatkan yang pada akhirnya menciptakan pembelajaran yang berpihak pada anak. (Video terlampir)

·   Pada aksi nyata ini saya mencoba membuat nyata program yang saya rencanakan dengan melibatkan komunitas sekolah terutamanya murid dengan voice, choice dan ownership dalam kegiatan.

 

PENERAPAN (FUTURE)

Pada masa mendatang saya akan menerapkan pengelolaan yang berdampak pada murid pada setiap kegiatan yang melibatkan murid dalam voice, choice dan ownership menggunakan Inkuiri Apresiatif BAGJA.

REFLEKSI 9

Jurnal Refleksi Dwimingguan Modul 3.2. Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya ini menggunakan model 4C : Connection, Challenge, Concept, Change.

1.  Connection

Kegiatan pada modul 3.2. Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya diawali dengan belajar secara mandiri melalui LMS Eksplorasi Konsep-Pertanyaan Pemantik. Aktivitas dilanjutkan dengan saling berdiskusi sesama CGP lewat LMS pada Eksplorasi Konsep-Forum Diskusi. Kegiatan berikutnya adalah pertemuan daring melalui Gmeet pada Ruang Kolaborasi pertama yang dibimbing oleh Fasilitator Ibu Nani Yusepa, S.Pd. Pada Ruang Kolaborasi pertama ini CGP dikelompokkan untuk melakukan pemetaan aset Daerah, berdasarkan 7 kelompok aset yang dimiliki Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi meliputi ; 1). Modal Manusia, 2). Modal Sosial, 3). Modal Fisik, 4). Modal Finansial, 5). Modal Alam/Lingkungan, 6 Modal Politik dan 7) Modal Agama/ Budaya. Kemudian pada Ruang Kolaborasi kedua masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompok kemudian diadakan diskusi dengan kelompok lain.

Setelah itu, aktivitas dilanjutkan dengan melakukan Demonstrasi Kontekstual dimana CGP menganalisis video dengan menjawab pertanyaan yang diajukan. Kegitan dilanjutkan dengan pertemuan daring melalui Gmeet pada Elaborasi Pemahaman yang dilakukan bersama instruktur. Berikutnya, CGP membuat Koneksi Antar Materi dimana menghubungkan keterkaitan materi yang sedang dipelajari dengan modul-modul sebelumnya.

2.  Challenge

Banyak ide dari pengetahuan materi yang didapatkan dalam mempelajari modul 3.2 ini yaitu salah satunya mengetahui strategi pemberdayaan aset, yaitu berpikir berbasis aset dan bukan berpikir berbasis masalah. Sehingga memahami aset yang berada di Kabupaten Muaro Jambi yang dapat di manfaatkan untuk media pembelajaran di sekolah khususnya di wilayah Kabupaten Muaro Jambi dan memanfaatkan aset yang dimiliki sekolah untuk keperluan proses pembelajaran yang berpihak pada murid dan kegiatan maupun program sekolah.

3.  Concept

Konsep yang sangat penting/ utama adalah melakukan pemetaan aset sekolah berdasarkan 7 modal aset yang meliputi ; 1). Modal Manusia, 2). Modal Sosial, 3). Modal Fisik, 4). Modal Finansial, 5). Modal Alam/Lingkungan, 6 Modal Politik dan 7) Modal Agama/ Budaya. Dari kegiatan pemetaan ini kita dapat mengetahui dan memaksimalkan penggunaan aset sekolah. Juga terus mengembangkan komunitas sekolah berbasis aset menekankan pada kemandirian dari komunitas untuk menyelesaikan tantangan yang dihadapi melalui kekuatan dan potensi yang ada dalam diri.

4.  Change

Perubahan yang ingin dilakukan adalah mengaplikasikan apa yang telah dipelajari pada modul 3.2. Pemimpin dalam Pengelolaan Sumber Daya, sehingga merubah pola pikir yang semula berpikir berbasis masalah menjadi berpikir berbasis aset, serta mengajak komunitas praktisi serta rekan sejawat terutama di sekolah untuk menerapkan berpikir berbasis aset karena pendekatan berbasis aset ini merupakan sebuah cara untuk menemukan dan menggali hal-hal yang positif. Dengan menggunakan kekuatan sebagai kekuatan berpikir. Sehingga secara bersama-sama bahu membahu membangun sekolah dengan potensi yang dimilikinya, fokus pada pembangunan sumber daya yang ada di sekolah.

REFLEKSI 8

Refleksi Dwimingguan modul 3.1 “Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin” ini dengan menggunakan modul refleksi 4F/4P.

1. Facts/Peristiwa

Kegiatan Modul 3.1 ini diawali dengan kegiatan Pre Test untuk modul 3. Setelah mengerjakan Pre Test kegiatan dilanjutkan ke alur MERDEKA. Alur yang pertama mulai dari diri yang dilaksanakan bersamaan dengan Pre Test. Pada alur ini, saya menjawab pertanyaan pemantik mengenai maksud dari kutipan Bapak Mentri Pendidikan, Kebudayaan, Ristek, dan Teknologi mengenai beban dan amanah kepemimpinan. Kegiatan selanjutnya pada alur MERDEKA yaitu alur eksplorasi konsep. Alur eksplorasi konsep ini dibagi menjadi dua kegiatan. Kegiatan yang pertama saya mengeksplorasi sendiri pengetahuan saya melalui kegiatan membaca, mengomentari, menjawab pertanyaan, dan menganalisis kasus mengenai 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Pada alur eksplorasi konsep yang kedua saya melakukan diskusi dengan memilih salah satu kasus dari 4 kasus yang tersedia mengenai dilema etika dan bujukan moral. Saya juga mengomentari hasil analisis rekan CGP yang lain. Kegiatan selanjutnya yaitu alur ruang kolaborasi yang pertama. Pada kegiatan ini saya mendapatkan pemahaman dan ilmu mengenai pengambilan keputusan dari fasilitator. Kemudian fasilitator juga memfasilitasi saya bersama CGP yang lain untuk berkelompok menganalisis kasus. Saya bersama  rekan CGP lainnya menganalisis bersama-sama sebuah kasus dilema etika yang pernah dialami. Kemudian kami bersama-sama menyusun hasil analisisnya untuk dipresentasikan pada pertemuan selanjutnya. Kegiatan selanjutnya masih pada ruang kolaborasi. Pada ruang kolaborasi yang kedua saya bersama rekan-rekan saya mempresentasikan hasil diskusi. Kegiatan dilanjutkan pada demonstrasi kontekstual. Pada alur ini saya dituntut untuk membuat sebuah wawancara bersama 2-3 kepala sekolah mengenai pengambilan keputusan. Saya mewawancarai 2 kepala sekolah yaitu Bapak Dadang Mulyana, S.Pd, M.Pd sebagai kepala SLB Negeri Muaro Jambi, dan Ibu Sarifah, S.Ag selaku kepala TK Permata Ummi 2. Hasil wawancara tersebut saya analisis dan buat laporan. Tahapan selanjutnya yaitu tahapan Elaborasi Pemahaman. Pada tahapan ini saya mendapatkan ilmu dan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai pengambilan keputusan yang dibimbing oleh instruktur. Kegiatan selanjutnya yaitu koneksi antar materi. Pada kegiatan ini, saya membuat hubungan antar materi yang sudah dipelajari mulai dari modul 1 sampai modul 3.1 dengan cara menjawab 14 pertanyaan. Kegiatan yang terakhir adalah aksi nyata.

2. Feelings/Perasaan

Perasaan saya ketika mempelajari modul 3.1 ini adalah saya merasa senang, tertantang, dan penasaran. Saya merasa senang karena mendapatkan ilmu dan pengalaman dalam menganalisis sebuah kasus serta membuat keputusan pada permasalahan yang dihadapi. Saya merasa penasaran karena biasanya saya membuat keputusan tanpa melaksanakan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Saya juga merasa tertantang untuk melakukan praktik baik mengenai modul 3.1 ini.

3. Findings/Pembelajaran

Hal yang bermanfaat yang saya dapatkan pada modul ini adalah mengenai 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Pembelajaran yang saya dapatkan bahwa dalam pengambilan keputusan harus didasarkan pada nilai-nilai kebajikan, membawa dampak positif, dan harus menganalisis terlebih dahulu masalah tersebut masuk ke dalam dilema etika atau bujukan moral.

4. Future/Penerapan

Penerapan di masa mendatang, sebagai pemimpin pembelajaran saya akan mencoba membuat keputusan dalam sebuah permasalahan dengan menggunakan 9 langkah dan berdasarkan paradigma serta prinsip pengambilan keputusan.

REFLEKSI 7

Refleksi ini menggunakan model 4F.

1. FACT (PERISTIWA)

Modul 2.3 Coaching untuk Supervisi Akademik merupakan materi baru bagi saya. Dalam mempelajari modul ini menggnakan alur MERDEKA. Aktivitas Mulai Dari Diri dengan menjawab pertanyaan tentang supervisi di sekolah. Pada Eksplorasi Konsep dengan mempelajari konsep secara mandiri dan menjawab pertanyaan di LMS serta bediskusi dengan CGP lainnya. Sedangkan pada aktivitas Ruang Kolaborasi saya mendapat penguatan dari Fasilitator dan mempraktikkan proses coaching secara bergantian. 

Pada Demonstrasi Kontekstual, dibentuk kelompok beranggotakan 3 orang CGP dan bermain peran sebagai coach, coachee, dan pengamat. Sementara pada Elaborasi Pemahaman, berdiskusi dan penguatan pemahaman secara virtual dengan instruktur. sedangkan aktivitas Koneksi Antar Materi, membuat kesimpulan dan refleksi dengan mengaitkan modul 2.3 dengan modul 2.1 tentang pembelajaran berdiferensiasi dan modul2.2 tentang pembelajaran sosial emosional. Aktivitas Aksi nyata disini CGP melakukan coaching untuk supervisi akademik terhadap rekan sejawat.

2. FEELING (PERASAAN)

Perasaan saya saat pertama kali mempraktikkan coaching adalah bingung dan ragu-ragu. Namun dengan memedomi alur TIRTA membuat proses coaching yang dilakukan menjadi lebih terarah. Meskipun dirasa belum optimal dan luwes dalam mempraktikan proses coaching, saya merasa sangat senang mendapat pengalaman baru. Dibutuhkan latihan secara kontinyu agar dapat melakukan coaching semakin baik kedepannya. Praktik coaching ini telah mengajarkan saya untuk menjadi pribadi yang lebih bijaksana dan matang secara sosial emosional.

3. FINDING (PEMBELAJARAN)

Proses coaching bertujuan untuk menuntun coachee dalam menemukan solusi guna mengatasi tantangan yang dihadapi sesuai tujuan yang diinginkannya. Tugas coch sekedar mengantarkan melalui mendengar aktif dan memberikan pertanyaan berbobot agar coachee merefleksikan dirinya sendiri untuk mencapai tujuan yang dikehendakinya. Coaching ini berbeda dengan mentoring dan konseling, dalam iImplementasi coaching tidakah membantu secara langsung akan tetapi mengarahkan coachee untuk menyelesaikan masalahnya sendiri dan memaksimalkan potensinya.

4. FUTURE (PENERAPAN)

Setelah mempelajari modul 2.3 tentang coaching untuk supervisi akademik ini, saya akan belajar lagi lebih mendalam mengenai coaching dan akan lebih banyak lagi berlatih agar terbiasa mempraktikkan coaching baik dengan murid maupun rekan sejawat, sehingga saya akan menjadi lebih terlatih menerapkan coaching dalam melakukan supervisi akademik nantinya sesuai paradigma berpikir coaching dan prinsip-prinsip coaching. 

REFLEKSI 6

Jurnal refleksi dwi mingguan modul 2.2 tentang Pembelajaran Sosial Emosional ini menggunakan model refleksi 4F (Fact, Feeling, Finding, Future).

FACT (Fakta)

Pembelajaran dalam modul 2.2 ini diawali dengan mulai dari diri, berupa beberapa pertanyaan tentang pengalaman yang pernah dialami yang berkaitan dengan tugas sebagai guru yang berhubungan dengan sosial dan emosional. Kemudian dilanjutkan dengan eksplorasi konsep yang berisi materi-materi tentang kompetensi sosial emosional, pembelajarannya serta implementasinya di sekolah. Selain itu, juga terdapat tugas-tugas yang berisi refleksi dari tiap-tiap materi yang telah dipelajari.

Pembelajaran Sosial dan Emosional (PSE) adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif oleh seluruh komunitas sekolah. Pembelajaran Sosial dan Emosional berdasarkan kerangka kerja CASEL (Collaborative for Academic, Social and Emotional Learning) yang bertujuan untuk mengembangkan 5 (lima) Kompetensi Sosial dan Emosional (KSE) yaitu: kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Pembelajaran Sosial Emosional ini dapat diimplementasikan di kelas atau sekolah dengan 4 indikator yaitu, pembelajaran eksplisit, integrasi dalam pembelajaran guru dan kuirkulum akademik, melalui proses menciptakan iklim kelas dan budaya sekolah, serta penguatan KSE Tenaga pendidik dan Tenaga Kependidikan.

Guna semakin menambah pemahaman dalam mendalami modul tentang pembelajaran sosial dan emosional ini dilakukan melalui tatap maya dengan fasilitator dalam ruang kolaborasi yang terbagi atas 2 sesi, yaitu sesi diskusi dan sesi presentasi.

 

FEELING (Perasaan)

Selama mempelajari modul 2.2 tentang pembelajaran sosial dan emosional yang dilakukan selama dua minggu ini. Banyak sekali perasaan yang timbul dari diri saya, seperti perasaan senang, karena bertambah lagi ilmu saya terutama bagaimana tentang bagaimana saya mampu mengenali emosi yang sedang saya rasakan serta bagaimana saya mampu mengelola emosi tersebut agar tidak melakukan tindakan yang mungkin akan berdampak negatif bagi murid saya.

FINDING (Pembelajaran)

Dari modul 2.2 tentang pembelajaran sosial emosional banyak sekali ilmu baru yang bisa saya dapatkan. Dari modul ini saya mendapatkan pelajaran bahwa mengenali emosi diri merupakan hal penting yang harus dikuasai agar tindaan yang dilakukan tidak berdampak buruk bagi diri sendiri maupun orang lain. Selain mengenali emosi diri, kita juga dituntut untuk mampu mengelola emosi tersebut agar kita kembali ke keadaan semula yaitu dalam keadaan yang bahagia. Selain itu, banyak lagi ilmu yang saya dapatkan di modul ini seperti kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Kesemua materi tersebut menginginkan terciptanya hubungan yang baik dan positif dengan sesama rekan kerja, dengan murid maupun dengan masyarakat disekitar kita. Kompetensi sosial emosional ini juga dapat diterapkan di kelas maupun disekolah. Penerapan PSE di kelas bisa dilakukan dengan pembelajaran secara eksplisit maupun terintegrasi dalam proses belajar guru dan kurikulum akademik. Juga dapat dilakukan dengan membentuk iklim kelas dan budaya sekolah serta dengan melakukan penguatan pada Tenaga pendidik maupun tenaga kepedidikan. Adapun tujuan utama PSE itu sendiri adalah untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman agar seluruh individu di sekolah dapat meningkatkan kompetensi akademik dan kesejahteraan psikologis (well-being) secara optimal.

 

FUTURE (Penerapan)

Dari pendalaman materi PSE pada modul 2.2 ini saya berencana untuk menerapkannya terlebih dahulu dalam lingkup kelas saya disekolah seperti melakukan Bernafas dengan kesadaran penuh sebelum memulai pembelajaran, kemudian juga mengintegrasikan kompetensi tersebut dalam pembelajaran saya seperti menerapkan kompetensi kesadaran sosial dalam kegiatan diskusi di kelas, kemudian menerapkan keterampilan berelasi pada saat melakukan refleksi ataupun memberikan umpan balik terhadap hasil kerja teman maupun penjelasan guru dengan menggunakan kata-kata yang positif dan mudah dimengerti.

REFLEKSI 5

Modul 2.1 Pembelajaran Berdiferensiasi ini ditulis menggunakan Model 4F (Facts, Feelings, Findings, Future).

 

Peristiwa 

Kegiatan modul 2.1 diawali dengan pre-test. Pembelajaran menggunakan alur MERDEKA (Mulai dari diri sendiri, Eksplorasi konsep, Ruang kolaborasi, Demonstrasi kontekstual, Elaborasi pemahaman, Koneksi antar materi, dan Aksi nyata). Mulai dari diri merupakan awal untuk mempersiapkan diri dalam menerima pengetahuan baru pada modul 2.1, kemudian dilanjutkan dengan eksplorasi konsep pemikiran kita dari modul yang sudah dipelajari, diskusi dengan rekan CGP dalam ruang kolaborasi untuk menemukan kesamaan persepsi serta saling memberi masukan konstruktif tentang pembelajaran berdiferensiasi, secara mandiri menyusun RPP berdiferensiasi diunggah di LMS untuk mendapat umpan balik dari sesama CGP dan fasilitator, mendapat penguatan dari narasumber dalam elaborasi pemahaman, membuat keterkaitan dengan materi sebelumnya yang sudah dipelajari, dan diakhiri dengan aksi nyata praktik pembelajaran berdiferensiasi di kelas sesuai dengan RPP yang sudah dibuat. 

 

Perasaan 

Mempelajari modul 2.1 tentang pembelajaran berdiferensiasi membuat penasaran karena konsep pembelajaran ini mirip sekali dengan Program Pembelajaran Individual yang telah lama di SLB. Guru dituntut bisa memfasilitasi murid dengan berbagai alternatif yang sesuai dengan kebutuhan belajar murid. 

 

Pembelajaran 

Pembelajaran berdiferensiasi didesain agar guru bisa melaksanakan pembelajaran yang mampu mengakomodir berbagai macam kebutuhan belajar murid. Guru harus memiliki kepekaan dalam merespon semua kebutuhan belajar murid, hal ini dapat dilakukan dengan memperhatikan : bagaimana kesiapan belajar murid; bagaimana minat murid terhadap materi pembelajaran kita; dan seperti apa profil belajar murid. Kemudian dalam kegiatan pembelajaran, guru perlu juga memperhatikan strategi : diferensiasi konten; diferensiasi proses; dan diferensiasi produk. Dan dalam proses penilaian, guru menggunakan penilaian berjenjang. Harapannya, semua murid bisa memperoleh kesempatan yang sama dalam mengikuti pembelajaran, sehingga lingkungan yang aman dan nyaman pun akan didapatkan murid. 

 

Penerapan

Agar pembelajaran berdiferensiasi dapat diselenggarakan secara efektif, maka perlu pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan kesiapan, minat dan profil belajar murid. Guru dapat menentukan perbedaan konten, proses, serta produk dalam kegiatan pembelajarannya. Data pemetaan bisa diperoleh dari data murid pada tahun/semester sebelumnya, melalui angket, melalui pengamatan, atau wawancara dengan sesama rekan guru dan wali murid.

REFLEKSI 4

Refleksi ini menggunakan model refleksi Six Thinking Hats (Teknik 6 Topi) yang diperkenalkan oleh Edward de Bono pada tahun 1985. Model ini melatih kita melihat suatu topik dari berbagai sudut pandang, yang disimbolkan dengan enam warna topi. Dimana setiap warna topi mewakili cara berpikir yang berbeda.

 

1.    Topi Putih : Informasi Terkait Pengalaman

Kegiatan Modul 1.4 tentang Budaya Positif ini diawali dengan Mulai dari Diri dan Eksplorasi Konsep secara Mandiri yang dilaksanakan pada tanggal 6-7 Desember 2022. Pada kegiatan ini, saya diajak untuk mengaktifkan pengetahuan awal yang telah dipelajari sebelumnya tentang konsep pendidikan Ki Hajar Dewantara dihubungkan dengan konsep lingkungan dan budaya positif di sekolah. Dilanjutkan aktivitas Eksplorasi Konsep melalui Forum Diskusi pada tanggal 8-9 Desember 2022, dimana saya dan rekan-rekan calon guru penggerak lainnya berdiskusi dan mengenal perubahan paradigma, konsep disiplin positif dan motivasi, pemenuhan kebutuhan dasar, keyakinan kelas, lima posisi kontrol, dan segitiga restitusi. Aktivitas berikutnya adalah Ruang Kolaborasi yang diselenggarakan pada tanggal 12-13 Desember 2022. Pada aktivitas bersama fasilitator ini, calon guru penggerak mendiskusikan dan menganalisa sebuah kasus murid berdasarkan konsep-konsep budaya positif. Selanjutnya, Demonstrasi Kontekstual yang diadakan pada tanggal 14-15 Desember 2022. Pada kegiatan demonstrasi kontekstual ini dipraktikkan penerapan segitiga restitusi untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi murid di sekolah. Kegiatan diteruskan dengan Elaborasi Pemahaman yang dilaksanakan pada tanggal 16 Desember 2022. Kegiatan pada Elaborasi Pemahaman ini dilakukan bersama instruktur untuk menguatkan pemahaman mengenai konsep budaya positif. Berikutnya, saya membuat koneksi antar materi yang mengaitkan pemahaman mulai modul 1.1 sampai 1.4 yang dilakukan pada tanggal 17-19 Desember 2022. Kegiatan berlanjut dengan melakukan Aksi Nyata dan Post Test Paket Modul 1 pada tanggal 20-23 Desember 2022, dimana pada kegiatan Aksi Nyata ini saya melakukan diseminasi pemahaman dan pengalaman kepada rekan sejawat terkait penerapan budaya positif di kelas. Dan untuk mengevaluasi pemahaman terhadap materi-materi pada modul 1 ini, saya mengikuti Post Test Paket Modul 1.

2.    Topi Merah : Perasaan

Saya bersyukur dapat mengikuti semua aktivitas pada modul 1.4 ini dengan cukup lancar. Saya juga merasa sangat senang karena banyak ilmu, pengetahuan, pengalaman, dan hal-hal positif lainnya yang saya dapatkan aktivitas di modul 1.4 ini melalui kegiatan membaca,berdiskusi, dan berkolaborasi bersama sesama calon guru penggerak yang sangat memotivasi dan menginspirasi. Selain itu, saya juga merasa tertantang dan bersemangat untuk menerapkan konsep budaya positif ini di sekolah, terutama di kelas saya.

3.    Topi Kuning : Hal-Hal Positif dan Manfaat

Hal-hal positif dan bermanfaat yang saya dapatkan selama mempelajari modul 1.4 ini adalah saya mendapat pengetahuan dan pemahaman baru tentang bagaimana membuat keyakinan kelas agar tercipta budaya positif yang berpihak pada murid. Selain itu, saya juga belajar peran dan posisi kontrol sebagai guru dalam menghadapi permasalahan yang dialami murid dengan menerapkan konsep segitiga restitusi.

4.    Topi Hitam : Kendala dan Hambatan

Kendala yang saya alami dalam pembelajaran modul 1.4 ini dikarenakan konsep budaya positif merupakan hal yang relatif baru sehingga saya memerlukan waktu lebih untuk melakukan kolaborasi bersama seluruh unsur dalam ekosistem pendiidikan di sekolah dalam mengimplementasikannya. Proses menanamkan dan menumbuhkan budaya positif melalui kesadaran kolektif memerlukan waktu dan usaha yang konsisten dan berkesinambungan.

5.    Topi Hijau : Ide

Setelah mempelajari modul 1.4 ini, saya memiliki beberapa prakarsa sebagai berikut :

§  Menyebarkan pemahaman dan pengalaman mengenai penerapan budaya positif kepada rekan guru di sekolah.

§  Membuat webinar daring mengenai konsep budaya positif di sekolah melalui komunitas belajar (praktisi) antar sekolah yang menjangkau guru-guru di seluruh Indonesia.

§  Berkolaborasi dengan Kepala Sekolah, guru, murid, dan orang tua/wali murid dalam mengimplementasikan budaya positif melalui keyakinan kelas.

§  Membangun komunikasi dan kolaborasi dengan organisasi profesi guru (IGPKhI dan PGRI) dalam menyebarluaskan pemahaman konsep budaya positif sehingga diharapkan terjalin kolaborasi antar sekolah dalam mengimplementasikan budaya positif.

6.    Topi Biru : Kesimpulan

Refleksi diri membuat guru mampu mengetahui kektuatan dan kelemahannya sendiri untuk digunakan dalam menuntun murid menumbuhkan budi pekerti dalam budaya sekolah yang positif. Penciptaan budaya positif ini melalui pemahaman akan kebutuhan dasar murid, posisi kontrol yang sebaiknya dilakukan guru,  membuat keyakinan kelas yang berpihak pada murid, dan menerapkan segitiga restitusi dalam penanganan masalah yang dihadapi murid. Kesemua hal tersebut tidak bisa dilakukan oleh guru seorang diri, namun harus dengan melakukan kolaborasi bersama berbagai unsur yang ada dalam ekosistem pendidikan di sekolah.

REFLEKSI 3

1. Facts (Peristiwa) :

Pada modul 1.3 ini mempelajari tentang visi guru penggerak. Dimulai dari membuat gambaran imajinasi mengenai murid dimasa depan dan gambaran sekolah yang berpihak pada murid serta menuntun murid mengejawantahkan profil pelajar Pancasila, kemudian dilanjutkan merumuskan visi (Link 1.3.a.3). Pada eksplorasi konsep mempelajari Inkuiri Apresiatif  baik sebagai paradigma maupun manajemen perubahan dengan tahapan BAGJA yang merupakan akronim dari Buat pertanyaan utama, Ambil pelajaran, Gali mimpi, Jabarkan rencana, dan Atur Eksekusi. Kegiatan lalu dilanjutkan dengan berdiskusi pada ruang kolaborasi untuk menyusun 1 visi bersama yang disertai dengan prakarsa perubahan dan diuraikan menggunakan tahapan BAGJA. Hasil diskusi kelompok ini kemudian dipresentasikan kepada kelompok lain untuk mendapat masukan (Link 1.3.a.5). Sedangkan pada demonstrasi kontekstual berlatih menyusun BAGJA menurut kalimat prakarsa perubahan diri yang telah dibuat (Link 1.3.a.6). Pada elaborasi pemahaman melakukan video conference bersama Instruktur untuk mengelaborasi pemahaman mengenai bagaimana Guru Penggerak dapat berkontribusi dalam mewujudkan Profil Pelajar Pancasila pada muridnya di sekolah menggunakan paradigma Inkuiri Apresiatif dan model perubahan BAGJA. Sementara pada koneksi antar materi diminta membuat refleksi dan mengaitkan pemahaman antar modul yang telah dipelajari serta merumuskan kembali visi(Link 1.3.a.8). Aktivitas modul 1.3 ini kemudian ditutup dengan melakukan aksi nyata.

2. Feelings (Perasaan) :

Perasaan selama mempelajari modul 1.3 ini adalah saya merasa sangat senang mendapatkan pengetahuan dan pengalaman baru dalam menyusun visi yang kolaboratif dan apresiatif dengan membuat prakarsa perubahan dan metode BAGJA.

3. Findings (Pembelajaran) :

Pembelajaran yang saya peroleh adalah bagaimana merumuskan visi yang menggerakkan hati dan kolaboratif dalam menumbuhkembangkan profil pelajar Pancasila serta mengupayakan pencapaian visi tersebut melalui prakarsa perubahan yang positif dan apresiatif.

4. Future (Penerapan) :

Aksi yang dapat saya lakukan ke depan adalah dengan merevisi visi dan membuat prakarsa perubahan berserta BAGJA untuk kemudian mengeksekusinya dalam tindakan nyata di sekolah dengan berkolaborasi bersama ekosistem sekolah yang ada.

REFLEKSI 2

Pada jurnal refleksi dwi mingguan ini saya menggunakan model 4F yang terdiri dari Facts, Feelings, Findings, dan Future.


1.    Facts

Pada pembelajaran modul 1.2 ini saya menjadi memahami nilai dan peran yang harus dimiliki oleh seorang guru penggerak. Adapun nilai guru penggerak terdiri dari berpihak pada murid, reflektif, mandiri, inovatif, dan kolaborasi. Sedangkan peran guru penggerak adalah menjadi pemimpin pembelajaran, menjadi coach bagi guru lain, mendorong kolaborasi, mewujudkan kepemimpinan murid, dan menggerakkan komunitas praktisi.

Dalam proses menerapkan nilai dan peran guru penggerak, saya banyak mendapatkan wawasan dan pengetahuan dari rekan sesama Calon Guru Penggerak berupa praktik baik yang mereka lakukan di sekolah masing-masing. Saya juga mendapatkan pengalaman baru ketika menerapkan di kelas  dan di sekolah.  

2.    Feelings

Saat pembelajaran berlangsung saya merasa sangat bergembira, karena mendapatkan pengetahuan baru yang dapat menjawab kegelisahan sebagai guru dalam mendidik murid. Rasa gembira atas pengetahuan dan pengalaman baru ini menimbulkan rasa optimis untuk melaksanakan pembelajaran yang berpihak pada murid dalam menuntun tumbuhnya kodrat yang mereka miliki.

3.    Findings

Pelajaran yang saya dapatkan dalam mempelajari dan mempraktikkan nilai dan peran guru penggerak adalah pemahaman bahwa murid merupakan hal utama dalam pembelajaran. Segala hal yang guru lakukan harus mengacu pada kepentingan dan kebutuhan murid. Tugas guru hanya menuntun bagi tumbuhnya kodrat murid. Untuk dapat menyelenggarakan pembelajaran yang berpihak pada murid, maka guru secara mandiri harus meningkatkan kompetensinya melalui berbagai kegiatan seperti pelatihan, seminar, membaca buku dan sebagainya. Kebutuhan peningkatan kompetensi ini hendaknya didasarkan atas hasil refleksi pembelajaran yang telah dilakukan. Hal ini agar guru dapat melaksanakan pembelajaran kepada murid semakin lebih baik. Hasil aktivitas pengembangan diri ini seharusnya dapat memunculkan inovasi-inovasi pembelajaran yang berpusat pada murid. Dan dalam melakukan inovasi tersebut, maka sebaiknya dilakukan dengan berkolaborasi baik dengan rekan sejawat maupun dengan orang tua untuk mendapatkan hasil yang optimal.

4.    Future

Agar dapat melakukan aktivitas pembelajaran yang lebih baik lagi kedepannya, saya perlu melakukan refleksi secara rutin dan berkesinambungan. Refleksi ini menjadi dasar bagi saya untuk melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan. Setelah memetakan kondisi berdasarkan hasil refleksi, maka saya harus mampu secara mandiri maupun berkolaborasi menghadirkan inovasi baru sebagai perbaikan yang dikendaki.

REFLEKSI 1

Pendidikan anak sejatinya melihat kodrat diri anak dengan selalu berhubungan dengan kodrat zaman. Perubahan zaman yang begitu cepat terjadi telah merasuk ke dalam berbagai aspek kehidupan. Tak terkecuali pada bidang pendidikan, terlebih sejak pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Akselerasi transformasi teknologi digital secara masif telah mengubah pembelajaran yang biasanya dilakukan secara klasikal menjadi virtual. Begitu pula dalam pendidikan anak berkebutuhan khusus terutama siswa Tunanetra yang saya ampu. Tunanetra yang dalam kesehariannya menggunakan huruf Braille dalam aktivitas menulis dan membaca, kini harus menggunakan gawai untuk mengerjakan tugas-tugas pembelajaran.

Perubahan zaman tersebut harus direspon dengan cepat oleh guru, agar mampu memberikan pendidikan yang sesuai dengan konteks zaman kepada murid-muridnya. Dalam hal ini, saya mencoba melakukan transformasi digital dalam pembelajaran Tunanetra. Dimana aktivitas membaca yang biasanya mengandalkan buku-buku Braille, mulai dialihkan ke buku elektronik dengan memanfaatkan aplikasi screen reader atau fitur talk back yang ada di gawai. Demikian juga dalam aktivitas menulis, dimana Tunanetra biasanya menggunakan reglet dan stylus untuk menulis Braille, saya arahkan untuk menggukan voice note atau mengetik dengan gawai menggunakan bantuan talk back. Pemanfaatan gawai ini juga digunakan dalam mengidentifikasi nilai nominal pecahan uang kertas dengan menggunakan aplikasi Cash Reader sehingga memudahkan Tunanetra untuk mengenali uang. Proses pembelajaran Tunanetra mengenali uang kertas dengan menggunakan gawai dapat dilihat melalui tautan

Dalam melakukan proses transformasi tersebut tentunya memiliki hambatan. Beberapa hambatan yang saya temukan antara lain murid tidak memiliki gawai, jaringan internet yang kurang stabil, dan ketersediaan paket data untuk mengakses internet. Untuk mengatasi hambatan ketersediaan gawai bagi murid, saya mencoba melakukan komunikasi dengan Kepala Sekolah dan memberikan gambaran arti penting pemanfaatan teknologi bagi Tunanetra untuk kehidupan masa depannya. Dari hasil komunikasi tersebut, Kepala Sekolah menyetujui pengadaan gawai untuk pembelajaran Tunanetra. Sedangkan untuk mengatasi hambatan ketersediaan jaringan internet, saya melakukan tethering untuk berbagi internet dengan gawai murid.

Dari tranformasi teknologi yang saya lakukan, saat ini murid Tunanetra mulai dapat mengakses buku digital secara variatif. Sebelumnya Tunanetra hanya mengandalkan buku Braille yang tersedia di perpustakaan sekolah yang hanya tersedia buku teks pelajaran dan kurang lengkap. Selain itu, murid Tunanetra sekarang telah dapat menulis teks menggunakan gawai sehingga mampu melakukan komunikasi tulisan dengan teman-temannya yang awas. Dimana sebelumnya, Tunanetra akan mengalami kesulitan bila harus berkomunikasi secara tertulis dengan orang awas, karena mereka tidak mengerti tulisan Braille. Bahkan, saat ini murid Tunanetra tersebut mulai mencoba berjualan secara online menggunakan gawai, meskipun hasilnya belum begitu terlihat.